Muara Teweh – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Barito Utara (Barut) menggelar media gathering bertema “Publikasi Pengawasan Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih” di Muara Teweh, Sabtu (11/3/2023).
Dalam kegiatan Media gathering tersebut dihadiri Komisiiner Bawaslu Kalteng, l Winsi Kuhu, Komisioner Bawaslu Barito Utara Latifah Tri Rahayu dan Arisandi, Ketua KPU Barito Utara Malik Muliawan dan 3 komisioner, Panwascam dari 9 kecamatan, pejabat Dinas Dukcapil, serta para wartawan yang tergabung dalam PWI Barito Utara.
Dalam media gathering, Komisioner Bawaslu Kabupaten Barito Utara, Latifah Tri Rahayu mengungkapkan bahwa ada 647 data orang meninggal tetapi masih terdaftar. Hal tersebut ditemukan saat dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) dari tanggal 12-19 Februari serta uji petik pada tanggal 20 Februari – 14 Maret 2023.
Sedangkan dari hasil uji petik yang dilakukan oleh Panwaslu di 9 kecamatan se Kabupaten Barito Utara, terungkap beberapa masalah seperti orang meninggal masuk daftar pemilih. Warga tak mau dicoklit karena alasan tidak mendapatkan BLT.
Kemudian rumah belum ditempel stiker pendataan pemilih. Adanya warga yang bukan penduduk setempat. Dan ada 1 (satu) nama tetapi mempunya NIK ganda.
Komisioner Bawaslu Kalteng, Winsi Kuhu, mengatakan, Bawaslu menjalankan tugas sesuai regulasi saat ini masuk tahap coklit data pemilih. Winsi tak menampik sejak pemilu 1999 digelar, data pemilih menyisakan persoalan, sehingga perlu ada perbaikan setiap pemilu.
“Harus ada sinkronisasi data penilih, sehingga hak konstitusional warga negara. Kita siapkan data pemilih secara akurat, termasuk mengakomodir warga yang berada di luar Kalteng, ” tambah dia.
Mengenai validasi dan keakuratan data, penyelenggara pemilu akan mencoret nama yang sudah meninggal. Tetapi tanpa adanya akte kematian nama masih ada di database.
Merespon persoalan yang ditemukan Bawaslu, Komisioner KPU Barito Utara yang membawahi Divisi Pendataan, Siska menjelaskan data sinkronisasi awal diterima KPU dari Depdagri. “Kita temukan nama masih tercatat padahal yang bersangkutan sudah meninggal,” kata Siska.
Pada pemilu kali ini, kata Siska, pemutakhiran data bersifat de jure. Artinya kalau tidak ada bukti administrasi, data seseorang tak bisa dicoret secara semena-semena.
“Kawan-kawan Parntarlih tidak bisa mencoret atau membuat TMS (tidak memenuhi syarat). Dicoret bisa, asalkan ada keterangan kematian dari perangkat desa atau akte kematian dari Dinas Dukcapil, ” kata dia lagi.
Begitu pula jelas Siska soal seseorang memiliki data ganda, di bawah umur, dan berstatua TNI/Polri harus ada bukti secara tertulis atau bukti administratif.
Sementara Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data, Disdukcapil Kabupaten Barito Utara, Hendra Erwitasyah, membenarkan data kematian menjadi masalah klasik.
“Selama ahli harus atau keluarga tidak melaporkan, kami tidak bisa menghapus NIK. Kami minta kades/lurah untuk mendata. Tapi warga sering merasa tak ada kepentingan dengan akte kematian tak ada kepentingan. Biasanya hanya PNS yang melaporkan kematian,” jelas Hendra.(drm)