Jakarta – Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto didakwa memberi suap kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebesar Rp 45,7 miliar. Suap diberikan agar Nurhadi mengurus perkara Hiendra tingkat Pengadilan Negeri hingga MA.
“Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberikan uang sejumlah Rp 45.726.955.000 kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yaitu kepada Nurhadi selaku Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2012 sampai dengan tahun 2016,” ujar jaksa KPK NN Gina Saraswati di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (22/1/2021).
Jaksa mengatakan Nurhadi menerima uang dari Hiendra melalui menantunya Rezky Herbiyono. Suap diberikan agar Nurhadi mengurus perkara gugatan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan gugatan melawan Azhar Umar.
“Supaya Nurhadi dan Rezky Herbiyono mengupayakan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 m2, dan seluas 26.800 m2 yang terletak di wilayah KBN Marunda kavling C3-4.3 Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara,” ucap jaksa.
“Dan gugatan melawan Azhar Umar terkait kepemilikan saham PT MIT, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Nurhadi selaku penyelenggara negara,” lanjut jaksa.
Kasus ini berawal pada 2014, ketika Hiendra selaku Direktur PT MIT memiliki masalah hukum dengan PT KBN di PN Jakarta Utara hingga tingkat kasasi di MA serta melawan gugatan Azhar Umar. Dari sinilah, Nurhadi dan Rezky membantu Hiendra.
Kasus bermula sekitar 2014 hingga 2016 Hiendra memiliki masalah hukum dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) dan Azhar Umar. Saat itu lah Hiendra menghubungi Nurhadi melalui Rezky untuk mengupayakan gugatan Hiendra itu.
“Atas permohonan Terdakwa kemudian Nurhadi dalam jabatannya selaku Sekretaris Mahkamah Agung RI yang mempunyai kewenangan diantaranya melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas di lingkungan Mahkamah Agung dan Pengadilan di semua lingkungan Peradilan, bersama Rezky Herbiyono mengupayakan pengurusan permasalahan hukum,” ungkap jaksa.
Singkat cerita, Nurhadi dan Rezky mengurusi gugatan Hiendra melawan PT KBN dan Azhar Umar. Jaksa mengatakan Hiendra memberikan uang ke Nurhadi melalui Rezky sebesar Rp 45,7 miliar terkait pengurusan perkara itu.
Uang itu, kata jaksa, diberikan dengan cara disamarkan agar terlihat uang kerja sama Hiendra dengan perusahaan Rezky selaku menantu Nurhadi.
“Bahwa untuk pengurusan perkara-perkara tersebut diatas, Terdakwa telah memberikan uang kepada Nurhadi melalui Rezky Herbiyono seluruhnya sejumlah Rp 45.726.955.000,00 yang pemberiannya disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara
Terdakwa dengan Rezky Herbiyono,” sebut jaksa.
Adapun rincian uang yang diberikan Hiendra sebagai berikut:
– Pada 22 Mei 2015 Rp 400 juta melalui rekening Rezky Herbiyono
– 2 Juli 2015 Rp 3,9 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 3 Juli 2015 Rp 508 juta melalui rekening Rezky Herbiyono
– 6 Juli 2015 Rp 575 juta melalui rekening Rezky Herbiyono
– 7 Juli 2015 Rp 25 juta melalui rekening Rezky Herbiyono
– 14 Juli 2015 Rp 5,4 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 14 Juli 2015 Rp 5,1 miliar melalui rekening Soepriyo Waskito Adi
– 15 September 2015 Rp 1,980 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 15 Oktober 2015 Rp 10 miliar untuk Rezky melalui Iwan Cendekia Liman dikirim ke rekening Santoso Arif (staf Iwan)
– 16 Oktober 2015 Rp 1,515 miliar melalui rekening atas nama Calvin Pratama
– 26 Oktober 2015 Rp 1 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 28 Oktober 2015 Rp 2.119.955.000 melalui rekening Rezky Herbiyono
– 16 November 2015 Rp 2 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 3 Desember 2015 Rp 215 juta melalui rekening Rezky Herbiyono
– 28 Desember 2015 Rp 2,5 miliar melalui rekening Calvin Pratama
– 29 Desember 2015 Rp 1,8 miliar melalui rekening Calvin Pratama
– 14 Januari 2016 Rp 1,5 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 22 Januari 2016 Rp 5 miliar melalui rekening Calvin Pratama
– 4 Februari 2016, Rp 26 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono
– 5 Februari 2016 Rp 50 miliar melalui rekening Rezky Herbiyono.
Menurut jaksa, uang yang diterima melalui Rezky ini kemudian dibelikan barang-barang seperti tas Hermes dan lahan sawit oleh Nurhadi dan Rezky. Selain barang, Nurhadi juga membeli lahan sawit.
– Antara 22 Mei 2015 sampai 22 Januari 2016 ditarik tunai sejumlah Rp 7.408.009.280 (Rp 7,4 miliar)
– Pada 8 Juli 2015 ditransfer ke rekening BCA atas nama Benson untuk pembelian lahan sawit di Padang Lawas sejumlah Rp 2 miliar
– Pada 15 Juli 2015 ditransfer ke rekening BCA atas nama Tin Zuraida (istri Nurhadi) sejumlah Rp 775 juta dan ke rekening BCA atas nama Tin juga sejumlah Rp 55 juta
-Antara 22 Mei 2015 sampai 15 September 2015 membeli beberapa tas merek Hermes sejumlah Rp 3.262.030.000 (Rp 3,26 miliar)
-Antara 10 Agustus 2015 sampai 18 Januari 2016 membeli pakaian sejumlah Rp 396.900.000
– Antara 25 Mei 2015 sampai 14 Januari 2016 membeli mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesori sejumlah Rp 4.604.328.000 (Rp 4,6 miliar)
-Antara 10 Juli 2015 sampai 19 Januari 2016 membeli jam tangan sejumlah Rp 1,4 miliar
-Antara 19 Juni 2015 sampai 25 Januari 2016 membayar utang sejumlah Rp 10.968.000.000 (Rp 10,9 miliar)
-Antara 19 Juni sampai 22 Juli 2015 untuk berlibur ke luar negeri sejumlah Rp 598.016.150
-Antara 21 September 2015 sampai 30 Desember 2015 ditukar dalam mata uang asing sejumlah Rp 4.321.349.895 (Rp 4,3 miliar)
-Antara 19 Juni 2015 dan 27 Oktober 2015 dipergunakan untuk biaya pengurusan dan renovasi rumah di Jalan Patal Senayan, Jakarta Selatan, sejumlah Rp 2.665.000.000 (Rp 2,6 miliar)
-Antara 25 Mei 2015 sampai 12 Februari 2016 dipergunakan untuk kepentingan lainnya sejumlah Rp 7.973.321.675 (Rp 7,9 miliar).
Atas dasar itu, Hiendra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sumber : https://news.detik.com/